Konflikatau perselisihan hubungan industrial antara pekerja dengan pengusaha seringkali terjadi dalam sebuah perusahaan di berbagai sektor usaha. Persoalan mulai pemutusan hubungan pekerjaan (PHK), besaran pesangon, hingga perselisihan hak lain kerap menjadi persoalan pokok yang berujung perselisihan dalam perusahaan.
Konflikantara buruh dan pengusaha kerap sekali naik ke pengadilan. Pemberian upah yang tidak sesuai menjadi salah satu alasan. Kasus di atas menggambarkan konflik terjadi karena faktor. a. perbedaan budaya b. perbedaan kepribadian c. perbedaan keluarga d. perbedaan kepentingan e. perbedaan perbedaan kasta Jawaban Kepentingan
Dilansirdari Ensiklopedia, konflik antara buruh dan pengusaha kerap sekali naik ke pengadilan. pemberian upah yang tidak sesuai menjadi salah satu alasan. kasus di atas menggambarkan konflik terjadi karena faktor perbedaan kepentingan. Baca Juga: Simbiosis yang terjadi antara lebah dan bunga adalah.
Vay Tiền Nhanh. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Reformasi telah membukakan keran bagi terjadinya perubahan menuju penyelenggaraan Negara yang lebih demokratis, transparan dan memiliki akuntabilitas tinggi serta terwujudnya good governance. Perubahan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 28 E ayat 3, UU NO 21 tahun 2000, KEP/16/MEN/2001, merupakan dasar hukum dalam melakanakan Organisasi Serikat Pekerja SP. Dalam konteks Ketenagakerjaan kita menerapkan sistem Hubungan Industrial Pancasila, yang harus di pahami secara mendalam substansi dan implikasinya oleh Pekerja dan Pengusaha. Perjuangan buruh di Indonesia selama ini menginginkan agar buruh memiliki kekuatan tawar Bargainning yang sejajar dengan pengusaha dan pemerintah dalam melaksanakan hubungan penentuan kebijakan terutama hal-hal yang terkait dengan nasib buruh itu sendiri. Para buruh pun sadar untuk memiliki kekuatan posisi tawar harus melakukan pergerakan-pergerakan untuk melawan kebijakan yang dianggap sangat merugikan buruh. Organisasi buruh dinilai sudah waktunya menjadi kekuatan politik di Indonesia. Bahkan, organisasi politik ini bakal menjadi kekuatan politik utama di Indonesia masa depan. Organisasi buruh yang ideologis akan mampu memperjuangkan kepentingan hak-hak buruh, tidak hanya soal normatif semata. Seperti hak-hak pekerja, jaminan sosial dan lainnya. Lebih dari itu, jika organisasi buruh menjadi partai politik baru, maka bisa mewarnai kebijakan yang lahir dari negara terkait perbaikan nasib hidup buruh dan masyarakat secara bisa menjadi kekuatan politik yang besar, organisasi buruh harus terus di ingatkan atas beberapa hal;Pertama, Kepemimpinan buruh yang tidak homogen dan primordial, tetapi harus mencerminkan pluralitas dan kebersamaan. tidak boleh terjebak dalam segmentasi profesi yang sektarian. Karena keberadaan buruh tidak melihat berasal dari latar belakang keyakinan tertentu. Serikat Buruh harus mampu merancang bangun platform perjuangan ke-indonesiaan yang nyata, yang terintegrasi dalam bingkai NKRI dan tidak berafiliasi dengan kekuatan politik tertentu apalagi terkait kepentingan asing. Kemudian Serikat Buruh harus mempunyaiideologi yang tegas dalam organisasi buruh menjadi kekuatan politik baru ke depan lebih berpeluang karena Parpol yang ada saat ini tidak menempatkan isu buruh sebagai isu strategis dalam program partainya. Parpol saat ini lebih memilih sikap pragmatis-oportunis dalam memandang isu buruh. Hal ini terjadi karena kemunculan Parpol bukan karena kematangan ideologi, tetapi lebih kepada kepentingan aktualisasi syahwat kekuasaan untuk memperkaya diri, keluarga, kroni dan kelompoknya No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Lahirnya Undang-undang ini merupakan anugrah sekaligus juga bencana. Sebagai anugrah, karena dalam undang-undang itu dengan sangat jelas memberi kebebasan yang seluas-luasnya bagi para buruh untuk menyalurkan aspirasinya dalam wadah organisasi yang benar-benar mereka percayai. Namun di sisi lain, ada kerugian yang dialami gerakan buruh, antara lain terpecah-pecahnya buruh dalam berbagai serikat. Banyaknya serikat buruh menjadi suatu kelemahan karena menyulitkan buruh untuk melakukan konsolidasi. Dengan banyaknya serikat buruhpun lebih memungkinkan terjadinya konflik antar-serikat buruh, dari konflik antar-serikat tingkat perusahaan, daerah, hingga tingkat nasional. Kenyataan ini harus dihadapi oleh serikat buruh di Indonesia. Dengan terkotak-kotaknya serikat buruh sudah menyulitkan buruh untuk konsolidasi guna menggalang kekuatan politik baik untuk menghadapi politik perburuhan yang diterapkan oleh negara maupun politik industri yang dicanangkan oleh pemodal. Jika karena pengkotak-kotakan itu juga menyebabkan terjadi konflik antar-serikat buruh, maka harapan buruh melalui serikat buruh untuk dapat memenangkan “pertempuran” akan semakin jauh. Karenanya sulit pula bagi serikat buruh untuk mencapai salah satu tujuannya, yaitu mensejahterakan anggotanya. Siapakah sebenarnya yang bertanggung jawab atas terjadinya konflik antar-serikat buruh, baik di tingkat pabrik, lokal, maupun nasional. Hal inilah yang perlu dirumuskan secara bersama-sama oleh semua pimpinan serikat buruh atau para ketua umum untuk membuka sebuah forum diskusi yang membahasa tentang konflik buruh, konsolidasi secara keseluruhan kekuatan buruh, kisruh upah yang tak kunjung selesai dan rekonsiliasi persefsi tentang problem mendasar yang di hadapi oleh buruh di Indonesia kekinian atau perbedaan pandangan adalah hal biasa. Konflik dapat terjadi di manapun dan menimpa siapapun yang memiliki kepentingan. Di serikat buruh konflik bahkan tak dapat dipisahkan dari keseharian kerja organisasi buruh ini. Permasalahan selalu muncul dan kerap kali tercampur antara yang organisasional dengan yang hal ini pun berlaku di banyak organisasi atau kelompok kepentingan lain. Beberapa literatur menyebutkan bahwa faktor-faktor pendorong terjadinya konflik antara lain adanya perbedaan pendapat dan pandangan, perbedaan tujuan, ketidaksesuaian cara pencapaian tujuan, ketidakcocokan perilaku, pemberian pengaruh negatif dari pihak lain pada apa yang akan dicapai oleh pihak lainnya, persaingan, kurangnya kerja sama, dll. Para ahli juga memberikan pentahapan konflik secara berbeda, dikaitkan dengan isu yang dibicarakan. Stepen P Robins 2001, misalnya, memberi tahapan sebagai berikut oposisi dan ketidakcocokan potensial, kognisi dan personalisasi, maksud, perilaku serta hasil. Sedangkan Kartikasari 2001 memberi tahapan prakonflik, konfrontasi, krisis, akibat, dan pasca-konflik. Pekerja sebagai salah satu unsur utama dari produksi, pengusaha sebagai pemilik modal, pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan pengawasan terhadap perarutan perundang - undangan Ketenagakerjaan, hubungan ketiga unsur inilahyang disebut Hubungan Industrialyang berazaskan Pancasila. Oleh karena itu azas musyawarah mufakat seyogyanya dikedepankan apabila terjadi perselisihan anatara pekerja dan pengusaha. Konsep hubungan hubungan industrial diharapkan mampu mewujudkan hubungan yang dinamis, harmonis dan berkeadilan. Hambatan dan tantangan Ketenagakerjaan pada era reformasi diantaranya angkatan kerja tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia, pengusaha kurang mau memahami makna hubungan industrial serta rendahnya hukuman pelanggaran yang diatur dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku disatu pihak, kurangnya keterampilam pekerja dan sikap yang arogan dipihak lain, oleh karena itu sering terjadi perselisihan hak bahkan konflik sosial, bahkan pemerintah pun sebagai salah satu dari unsur hubungan industrial kadang lebih condong kepada salah satu pihak, yang sewajarnya posisi pemerintah harus menjadi mediasi, fasilitator antara pihak buruh dan pengusaha yang bertikati, sehingga tidak jarang di temukan suara baik dari buruh atau dari pengusaha adanya upaya tangan-tangan jahil yang melakukan pemerasan, penekanan terhadap pengusaha juga, padahal pengusaha ingin memenuhi apa yang menjadi tuntutan buruh. Pengusaha harus menyiapkan anggaran untuk sektor tangan jahil tersebut, dengan jumlah yang tidak dari kebuntuan mediasi, lobi dan negosiasi antara tiga unsure hubungan industrial tadi, menyebabkan terjadinya reaksi dari buruh dengan menggalang peregarakan-pergerakan seperti demonstrasi ribuan buruh dan ancaman mogok nasional, Tapi hal tersebut merupakan bagian dari perjuangan kaum buruh dan kebebasan mengeluarkan pendapat yang dijamin dalam pasal 28 UUD 1945. Hal ini harus kita lihat secara menyeluruh, bahwa demonstrasi dan aksi mogok nasional tersebut terjadi bukan tanpa sebab. Akar permasalahan terjadinya aksi ketidakpuasaan buruh adalah politik upah murah Pemerintah dan pengusaha dalam menetapkan UMP/UMK. Upaya Pemerintah melayani kepentingan investasi membuat Pemerintah selama ini lalai dalam melindungi kesejahteraan warga buruh/pekerja. Cita rasa kebijakan politik ekonomi pemerintah selama ini adalah eksploitasi sumber daya alam, upah buruh murah dan kosumerisme yang tinggi. Kebijakan Pemerintah selama ini tunduk kepada mekanisme pemodal yang melancarkan nuansa “Market Friendly” dalam dunia investasi. Upah buruh selama ini dianggap sebagai komponen yang menimbulkan biaya ekonomi tinggi high cost economy, sehingga tidak menarik pertumbuhan investasi. Untuk menumbuhkan investasi, maka upah buruh ditekan semurah dekat ini, kondisi kekinian pergerakan buruh juga masih runyam, yakni masalah tuntutan kenaikan upah 50% dan pro kontra Intruksi Presiden Inpres tentang standarisasi UMP/UMK. Perselisihan dan perbedaan pandangan masih lebar antara buruh dan pengusaha, pemerintah untuk mencari solusi terhadap dua issue krusial tersebut. Sehingga pihak buruh berencana akhir bulan Oktober ini 28,29,dan 30 Oktober akan melakukan aksi mogok nasional. Diantara serikat buruh yang akan melakukan mogok Nasional adalah FSPMI, ASPEK Indonesia, FSP KEP, SP PAR Ref, SP PPMI, FSP ISI, dan BURUH GSPB, FPBI, SBTPI, Federasi Progresif, FBLP, SBMI, SBM, SPCI, SERBUK, Front Jakarta, SMI, SPRI, Pembebasan, Perempuan Mahardika, PPI, KPO PRP, Politik Rakyat, PPR, SBIJ, SPKAJ dan LEM Buruh DKI Buruh Bogor Bersatu FB3 Bekasi Bergerak BBB Daerah KSPSI Perda KSPSI se Buruh Demak Gebrak Buruh Solo Raya PRABUSORA Buruh Buruh Buruh Serikat Pekerja Listrik Nasional FS-PLN Buruh Sumut ABS Ada masih kekuatan buruh yang tergabung dalam Front Nasional Buruh SPN, Gaspermindo, FNPBI, SBSI92, GSBI, SPOI, FB_Jabodetabek, DKR, SRMI, dan lain-lain yang belum menentukan sikap untuk ikut melakukan mogok nasional. Maka kami dari Dewan Pengurus Nasional Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Indonesia Depenas Gaspermindo berkeinginan untuk membuka ruang dialog Ruang Group Diskusion/RGD untuk mengurai kekisruhan antara buruh dan pengusaha, pemerintah ini. Dan bagimana kekuatan buruh ini menjadi satu kesatuan yang utuh, solid dan kompak. Sehingga apa yang menjadi tuntutan kita bisa terealisasi. Buruh harus rekonsiliasi persefsi dan pemahaman antar sesama serikat buruh untuk merebut apa yang menjadi keinginan kita bersama. Lihat Politik Selengkapnya
Mahasiswa/Alumni Universitas Sebelas Maret04 Januari 2022 0303Halo Evamardiana E, kakak bantu ya! Jawaban yang tepat adalah D. Yuk, simak penjelasan berikut! Konflik sosial dapat disebabkan oleh beberapa hal 1. Perbedaan kebudayaan 2. Perbedaan individu 3. Perbedaan kepentingan 4. Perubahan sosial yang terlalu cepat Konflik antara buruh dan pengusaha terkait masalah pemberian upah tergolong konflik yang disebabkan adanya perbedaan kepentingan. Upah merupakan hal yang esensial dalam dunia kerja karena berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan untuk kelangsungan hidup. Apabila upah tidak dipenuhi atau tidak disesuai dengan standar pada umumnya maka akan timbul masalah. Permasalahan itu timbul karena adanya ketidakseimbangan antara penghasilan yang diharapkan dengan keperluan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Oleh karena itu, konflik tersebut tergolong disebabkan adanya perbedaan kepentingan. Terima kasih sudah bertanya dan gunakan Roboguru, semoga membantu ya
Abstract Studi ini membahas tentang konflik yang terjadi antara buruh dan pengusaha Perusahaan “X”, Malang. Konflik disebabkan oleh kontrol yang dilakukan oleh pihak Perusahaan pengusaha beserta manajemen terhadap buruh yang dinilai terlalu memberatkan buruh. Penelitian ini membahas bagaimana mekanisme konflik yang diawali dengan distribusi wewenang dan kekuasaan hingga terbentuknya kelompok kepentingan antara pihak buruh dan pihak Perusahaan “X”, Malang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa mekanisme konflik terbentuk dari keterkaitan unsur yang muncul akibat distribusi wewenang dan kekuasaan. Implikasi tersebut menjadikan beberapa unsur saling terkait dan bekerja semenjak prakonflik hingga pasca konflik. Unsur yang muncul diantaranya hubungan kekuasaan antara pengusaha dan buruh kerah biru, dominasi yang digambarkan dengan perintah dan sanksi, keterpaksaan yang dialami oleh buruh kerah biru, bentuk kepentingan yang secara teoritis terdiri dari kepentingan manifes dan laten. Dalam mekanisme konflik, peneliti menemukan bahwa kepentingan manifes tidak hanya terbentuk melalui penyadaran, namun terbentuk pada saat buruh dengan kapasitasnya tidak memiliki kemampuan untuk mempertahankan diri sebagai kelompok tertindas. Penyelesian konflik dilakukan melalui compromise oleh pihak buruh dan pihak Perusahaan. Pihak Perusahaan diwakilkan oleh cucu dari pemilik Perusahaan dan tidak memiliki posisi struktural dalam Perusahaan. Hal ini dilakukan karena wakil Perusahaan memiliki pandangan yang berbeda dengan pihak struktur Perusahaan mengenai mekanisme penyelesaian konflik industri. Perbedaan pandangan ini ditunjukan dengan mekanisme penyelesaian konflik yang telah dilakukan. Pihak Perusahaan menghendaki penyelesaian melalui Pengadilan Hubungan Industri, sedangkan wakil Perusahaan menginginkan penyelesaian konflik secara bipartit sehingga konflik dapat segera terselesaikan.
konflik antara buruh dan pengusaha kerap